Sabtu, 07 Desember 2013

Hitology of fish (fin)

II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1      Organ-organ yang diamati
  Histologi berasal dari kata histos berarti jaringan dan logos yang berarti ilmu, sehingga histologi dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang jaringan tubuh. Jaringan merupakan kumpulan sel yang memiliki bentuk, susunan dan fungsi yang sama. Jaringan dibagi menjadi dua golongan, yaitu jaringan germinatif dan jaringan somatis. Jaringan germinatif merupakan jaringan yang menghasilkan sel benih atau gamet dan terletak di dalam gonad, sedangkan jaringan somatis adalah jaringan tubuh (Lesson, 1985).
   Menurut Lesson (1985), ada empat macam jaringan somatis serta fungsinya, dimana keempat jaringan ini bergabung dan bekerjasama dalam organ, misalnya lambung, usus dan ginjal, yaitu:
1.        Jaringan epitel
       Untuk menyelaputi tubuh sebelah luar dan sebelah dalam (saluran)
2.        Jaringan pengikat dan penunjang
    Jaringan pengikat berfungsi untuk mengikat atau menghubungkan berbagai jaringan dan alat tubuh. Jaringan penunjang berfungsi untuk menunjang bagian-bagian tubuh atau keseluruhan tubuh agar kukuh, tegak dan untuk melindungi bagian tubuh yang lunak.
3.        Jaringan otot
       Jaringan otot berfungsi untuk pergerakan.
4.        Jaringan saraf
       Jaringan saraf berfungsi untuk perangsangan (iritabilitas).
Ilmu yang mempelajari tentang bagian tubuh disebut anatomi. Anatomi berasal dari kata anatome yang berarti memotong atau menyayat. Untuk melihat bagian tubuh umumnya dilakukan dengan penyayatan ke dalam tubuh. Menurut Lesson (1985), anatomi dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
a.       Mikroanatomi, yaitu ilmu anatomi yang bersifat mikro (jaringan dan sel).
b.      Makroanatomi (Gross Anatomy), yaitu ilmu anatomi yang bersifat makro (alat dan bagian tubuh).

2.2      Pembuatan Preparat
Pembuatan preparat histologi harus memperhatikan adanya tahapan-tahapan kerja yang berbeda di antara jenis-jenis preparat itu sendiri. Preparat histologi dapat dibuat dalam berbagai cara tergantung pada tujuan pembuatan preparat dan organ yang akan diamati. Setidaknya terdapat tiga macam preparat histologi sesuai dengan tujuannya, yaitu preparat apus, preparat bentang dan preparat parafin. Pengklasifikasian ini juga didasarkan atas jenis organ yang akan diamati dan diteliti (Rahardjo, 1980).
Setiap preparat mempunyai fungsi yang bervariasi sesuai dengan kapasitas masing-masing. Preparat apus dibuat untuk mengamati jaringan organ tubuh ikan khususnya jaringan darah dan jaringan epithelium. Pembuatan preparat bentang digunakan untuk mengamati jaringan pada organ tubuh ikan yang mengandung sel-sel lemak seperti mesenthium, pericardium, mast cell dan serabut collagen. Sedangkan yang dimaksud dengan preparat parafin adalah preparat yang berwujud sediaan jaringan histologi yang disiapkan dengan metode infiltrasi parafin sebagai pengisi rongga sel (Rahardjo, 1980).

2.3           Organ organ yang diamati
2.3.1          Kulit
            Menurut Irianto (2005), Kulit merupakan penghalang fisik terhadap perubahan lingkungan serta serangan patogen dari luar tubuh. Lapisan kulit terdiri atas kutikula, epidermis, membran basalis, dermis dan hipodermis. Ikan tidak memiliki lapisan keratin pada epidermisnya, tetapi dilapisi oleh kutikula yang memiliki mukus, mukopolisakarida, immunoglobulin spesifik, lisozim dan sejumlah asam lemak bebas. Sel lain yang ada pada lapisan epidermis yaitu sel-sel goblet yang berperan dalam sekresi mukus. Mukus memiliki kemampuan protektif bagi hewan karena:
a.       mukus melapisi permukaan tubuh sehingga mempermudah gerakan saat berenang,
b.      membentuk lapisan pelindung dari infeksi agensia patogenik dan mengandung senyawa anti mikroba,
c.       melindungi permukaan tubuh dari abrasi, dan
d.      berperan dalam proses osmoregulator.
            Sisik dan kulit merupakan bagian dari sistem pelindungan fisik tubuh ikan. Umumnya kerusakan sisik dan kulit dapat terjadi akibat penanganan (handling stress), kelebihan populasi, dan infeksi parasit. Kelebihan populasi (overcrowded) atau multikultur dapat menyebabkan trauma akibat berkelahi disertai lepasnya sisik dan kerusakan kulit. Infestasi parasit dapat pula menyebabkan gangguan
berupa kerusakan insang, kulit, sirip serta kehilangan sisik. Kerusakan pada sisik dan kulit akan mempermudah patogen menginvasi inang. Banyak kasus menunjukkan bahwa kematian ikan sebenarnya akibat dari infeksi sekunder oleh bakteri sebagai kelanjutan infestasi parasit yang berat dan berakibat pada kerusakan pelindung fisik tubuh seperti mukus, kulit dan sisik, tetapi tidak semua ikan memiliki sisik misalnya pada ikan lele (Clarias sp) (Irianto, 2005).
      Infestasi parasit dapat pula menyebabkan gangguan berupa kerusakan pada sisik dan kulit akan memepengaruhi dan mempermudah patogen menginfeksi inang. Banyak kasus menunjukan bahwa kematian ikan sebenarnya akibat dari infeksi standar oleh bakteri sebagai kelanjutan infestasi parasit dan berakibat pada kerusakan pelindung fisik tubuh seperti mukus, kulir dan sisik tetapi tidak semua ikan memiliki sisik ikan yang tidak memiliki sisik melindungi diri dengan mengeluarkan lendir pada sekujur tubuhnya. Ikan juga dapat menghasilkan gelatin pada kulitnya. Gelatin merupakan salah satu jenis protein konvensi yang diperoleh melalui proses hidrolisi kalogen dari kulit tulang dan jaringan (Damanik, 2005).

Gambar 1. Histologi struktur kulit ikan
Sumber:  Ottesen, O H et al., 2010

2.3.2        Insang
            Ikan dilengkapi dengan insang sebagai alat respirasi pengganti paru-paru pada hewan darat. Insang sangat berperan dalam menyelenggarakan homeostasis lingkungan bagi ikan. Lapisan epitel yang tipis berperan dalam memudahkan pertukaran gas, namun hal ini pun menjadikan insang sangat rawan terhadap infeksi dari hama hama penyakit. Fungsi lain insang adalah selain sebagai tempat pertukaran gas, insang juga berfungsi sebagai pengatur pertukaran garam dan air serta pengeluaran limbah-limbah yang mengandung nitrogen. Kerusakan struktur yang ringan sekalipun dapat mengganggu pengaturan osmosis dan ikan akan mengalami kesulitan dalam melakukan pernafasan (Nabib dan Pasaribu, 1989).
            Insang terdiri dari dua rangkaian yang tersusun atas empat lengkungan tulang rawan dan tulang keras (holobrankhia) yang menyusun sisi faring. Masing masing holobrankhia yang menonjol dari pangkal posterior lengkung insang. Hemibrankhia terdiri dari dua baris filamen tipis panjang yang disebut lamela primer. Lamela primer permukaannya mengalami perluasan oleh adanya lamela sekunder yang merupakan lipatan semilunar yang menutupi permukaan dorsal dan ventral. Insang juga dilengkapi dengan lapisan sel-sel penghasil mukus dan sel-sel yang mengekresi ammonia dan kelebihan garam. Bagian tepi tengah anterior pada suatu ikan dilengkapi dengan stuktur (gill rakers) yang berperan untuk menyaring pertikel pertikel pakan (Roberts, 2001).
            Menurut Irianto (2005), insang dilengkapi dengan sejumlah glandula yang dikenal sebagai glandula brankhial, yaitu sel-sel epitel insang yang mengalami spesialisasi. Glandula tersebut adalah glandula mukosa dan glandula asidofilik (sel-sel khlorida). Glandula mukosa berupa sejumlah sel-sel tunggal berbentuk
buah pear atau oval dan menghasilkan mukus dan terdapat baik pada lengkung insang, filamen insang maupun lamela sekunder. Mukus merupakan glikoprotein yang bersifat basa atau netral dengan fungsi:
a. perlindungan atau proteksi,
b. menurunkan terjadinya friksi atau gesekan,
c. antipatogen,
d. membantu pertukaran ion, dan
e. membantu pertukaran gas dan air.






                                              
Gambar 2. Histologi Struktur Insang Ikan
Sumber: Jurnal Gambaran Histopatologi Insang, Otot, dan Usus pada Ikan Lele (Clarias sp.)

2.3.3         Usus
             Meskipun panjang usus ikan bisa berbeda-beda sesuai dengan makanannya, tetapi kebanyakan usus ikan merupakan suatu tabung sederhana yang tidak dapat bertambah diameternya untuk membentuk suatu kolon dibagian belakangnya. Usus bisa lurus, melengkung atau bergulung-gulung sesuai dengan bentuk dari rongga perut ikan. Usus mempunyai suatu epitel silindris sederhana yang berlendir menutupi suatu sub-mukosa yang mengandung sel eosinofilik yang
dibatasi oleh suatu muskularis mukosa yang rapat dan lapisan fibroelastik. Rektum pada ikan berdinding lebih tebal dari pada usus dan sangat berlendir serta dapat sangat berkembang (Nabib dan Pasaribu, 1989).
            Struktur histologi dinding dari intestin secara umum hampir sama dengan
vetebrata tingkat tinggi dimana terdiri dari empat lapisan yaitu: mukosa, submukosa, muskularis dan serosa. Lapisan mukosa terdiri dari epitel mukosa, lamina basalis, lamina propria dan muskularis mukosa. Lapisan submukosa terdiri dari stratum kompaktum dan stratum granulosum. Lapisan muskularis terdiri dari lapisan otot sirkuler dan lapisan otot longitudinal, sedangkan pada lapisan serosa terdiri dari subserosa tella dan subserosa membran (Takashima dan Hibiya, 1995).
            Usus merupakan segemen yang terpanjang dari saluran pencernaan pada bagian depan usus terdapat dua saluran yang masuk ke dalam, yaitu saluran yang berasal dari pankreas. Ikan yang pankreasnya menyebar  pada organ hati hepatipankreas hanya terdapat satu saluran yaitu ductus choledochus. Lapisan mukosa usus tersusun oleh selapis sel epitelium dengan bentuk prismatik. Pada lapisan ini terdapat tonjolan tonjolan villi membentuk seperti sarang tawon pada susu bagian depan dan lebih beraturan pada usus bagian belakang, terutama pada ikan lele. Bentuk sel umum ditemukan pada epitelium usus adalah enterosit dan mukosit. Enterosit merupakan sel yang paling dominan dan di antara enterosit terdapat mukosit (Yushinta, 2004).
Gambar 3. Histologi Struktur Usus Ikan
Sumber: Jurnal Gambaran Histopatologi Insang, Otot, dan Usus pada Ikan Lele (Clarias sp.)

2.3.4        Lambung
            Lambung berfungsi sebagai penampung makanan. Pada ikan yang tidak berlambung, fungsi penampung makanan digantikan oleh usus depan yang dimodifikasi menjadi kantung yang membesar (lambung palsu). Seluruh permukaan lambung ditutupi oleh sel mukus yang mengandung mukopolisakarida yang agak asam berfungsi sebagai pelindung dinding lammbung dari kerja asam klorida. Bagian luar pada sel epitelium terdapat lapisan lendir sebagai hasil sekresi sel mukus tersebut. Sel-sel penghasil cairan gastrik terletak di bawah dari lapisan epitelium (Yushinta, 2004).
            Seluruh permukaan lambung ditutupi oleh sel mukus yang mengandung mukopolisakarida yang agar asam berfungsi sebagai pelindung dinding labung dari kerja asam klorida. Bagian luar sel epitelium terdapat lapisan lendir sebagai hasil sekresi sel mukus tersebut. Sel sel penghasil cairan gastrik terletak di bahwa dari lapisan epitelium mensekresikan pepsin dan aslam klorida. Berdasarkan struktur serta bahan yang disekresikan oleh lambung maka jelaslah bahwa lambung selain berfungsi menampung makanan juga untuk mencerna makanan,
khusunya pencernaan secara kimiawi. Berbeda dengan mamalia, pada ikan pencernaan secara kimiawi di mulai di bagian lambung, bukan di bagian rongga mulut, karena ikan tidak memiliki kelenjar air liur (Yushinta, 2004).
            Selain sel sel yang mensekresikan mukus, mukosa lambung mempunyai kelenjar gastrik. Sel sel panghasil cairan gastrik terletak di epitelium, berfungsi mensekresikan pepsin dan asal klorida (HCl). HCl berperan untuk melepuhkan makanan, mengaktifkan pepsinogen menjadi pepsin, menurunkan PH isi lambung sehingga aktivitas enzim proteolik terutama pepsin meningkat, mengubah osmolaritas gastrik sehingga cyme yang bersifat hiposmotik atau hipermotik menjadi isoosmotik, mencegah pertumbuhan bakteri, menstimuli dihasilkanya sekretin dan pankreozim pada usus sehingga dapat memacu sekresi bikarbonat dan enzim oleh pankreas (Yushinta, 2004).
Gambar 4. Histologi Struktur Lambung Ikan
Sumber: Eva Jansson, 2002

2.3.5        Hati
            Hati merupakan organ penting yang mensekresikan bahan untuk proses pencernaan. Organ ini umumnya merupakan suatu kelenjar yang kompak, berwarna merah kecoklatan dan tersusun oleh sel-sel hati (hepatosit). Di sekitar hati terdapat organ berbentuk kantung kecil bulat, oval atau memanjang. Organ ini disebut kantung empedu, yaitu cairan bile yang telah mengalami pemekatan. Hati berfungsi sebagai gudang penyimpanan lemak dan glikogen selain perannya dalam pencernaan. Fungsi yang lain adalah dalam perusakan sel darah merah dan kimiawi darah seperti pembentukan urea dan senyawa yang berhubungan dengan ekskresi nitrogen (Lagler, et. al, 1977).
            Hati merupakan organ penting yang mensekresikan bahan untuk pencernaan. Organ ini umumnya merupakan suatu kelenjar yang kompak, berwana merah kecoklatan tersusun oleh sel hati (hepatosit). Sekitar hati terdapat organ berbentuk kantung kecil bulat, oval atau memanjang dan berwarna hijau kebiruan. Organ ini disebut kantung empedu yang berfungsi untuk menampung cairan empedu, yakni cairan bile yang telah mengalami pemekatan. Hepatosit dapat membentuk asam empedu (asam yang berasal dari kolestrol), yakni asam kholik, asam khenodesoksikholik dan asam desoksikholik. Asam-asam tersebut dapat bergabung dengan taurin atau glisin membentuk taurokholik atau glikholik yang bila bergabung dengan ion N, K, dan Mg akan membentuk garam empedu. Garam empedu berperan dalam melarutkan lemak dalam air, yakni dengan cara membuat stabil emulsi lemak yang berasal dari makanan dan bila garam empedu bergabung dengan kolestrol, gliserid, dan asam lemak, maka akan terbentuk micel yang dapat diserap oleh dinding usus (Yushinta, 2004).
Gambar 5. Histologi Struktur Hati Ikan
Sumber: Jurnal Kondisi Histologi Insang dan Organ Dalam Juvenil Ikan Bandeng  (Chanos chanos Forskall) Yang Tercemar Logam

2.3.6        Limpa
            Percy dan Potter (1976) dalam Moyle dan Cech (1988), juga melaporkan bahwa sel darah pada Lamprey dewasa (Lamptera) disintesis dari jaringan lemak di daerah dorsal saraf. Ikan Elasmobranch memproduksi sel darah dari organ Leydig (terletak di daerah esophagus), organ epigonal (sekitar gonad) dan organ limpa. Menurut Fange & Johansson-Sjobeck (1975) dalam Moyle & Cech (1988), Organ limpa memproduksi sel darah merah yang terdiri dari eritrosit yang belum matang ataupun sel-sel yang akan berdiferensiasi menjadi eritrosit setelah memasuki sirkulasi darah.
            Menurut Fange & Nillson (1985) dalam Moyle & Cech (1988), limpa pada ikan Elasmobranch (subkelas dari ikan Condrichthyes) dan teleostei (subkelas dari ikan Osteichtyes) menyediakan sel darah melalui inervasi otonomik yang diakibatkan oleh kondisi stres. Sebagai contoh adalah hipoksia yang menstimulasi organ limpa untuk berkontraksi. Menurut Nilson dan Grove (1974) dalam Moyle dan Cech (1988). Selain akibat stimulasi saraf, stimulasi hormo juga menyebabkan kontraksi limpa pada ikan Atlantik (Gadus morhua).
            Proses hematopoiesis pada ikan teleostei terutama terjadi di organ ginjal dan limpa (Satchell 1971 dalam Moyle & Cech 1988), mengingat jaringan lymphomyeloid (pembentuk limfosit dan granulosit) juga ditemukan di daerah cranium ikan holocephalans (Chimaera) dan ikan sturgeons (Acipenser). Untuk sturgeons, selain di daerah cranium juga terdapat di sekeliling organ jantung. Kelenjar timus merupakan jaringan lymphomyeloid lainnya pada banyak ikan muda yang berahang, namun seringkali mengalami regresi pada individu yang telah mengalami kematangan seksual (Fange 1984 dalam Moyle & Cech 1988).
Gambar 6. Histologi Struktur Limpa Ikan

2.3.7        Ginjal
            Ginjal merupakan dua fungsi utama yaitu, mengsekresikan sebagian besar produk akhir metabolisme tubuh dan mengatur konsentrasi cairan tubuh. Ikan memiliki nefron telostei yang terdiri dari glomerolus dan tubulus. Glomerolus berfungsi untuk menyaring cairan, sedangkan tubulus mengubah cairan yang disaring menjadi urin. Nefron dapat membersihkan atau menjernihkan plasma darah dari zat zat yang tidak dikehendaki ketika ia melalui ginjal. Filtrasi dapat terjadi pada glomerolus karena jaringan  kapiler glomerolus merupakan jaringan bertekanan tinggi sedangkan jaringan kapiler pertibulus adalah jaringan bertekanan rendah (Yushinta, 2004).
            Teleostei osenadrom, konsetrasi darahnya lebih rendah dibanding lingkungannya, menyebabkan cairan tubuh hilang akibat difusi keluar tubuh melalui insang, ginjal dan mungkin juga kulit. Untuk menjaga agar cairan dalam tubuh tetap normal maka hanya sedikit plasma yang disaring oleh ginjal. Akibatnya, produksi urin sedikit namun lebih kental dibanding urin potadrom. Karena ginjal kurang berperan dalam osmoregulasi, maka ginjal beberapa teleostei oesanodorm seringkali memiliki tubulis yang tidak sempurna. Ginjal potadrom memegang peranan sangat besar dalam osmoregulasi. Karena potadrom memiliki konsentrasi cairan tubuh lebih tinggi dibanding lingkungannya, maka air masuk ke dalam tubuh secara difusi sehingga darah menjadi lebih encer. Untuk menjaga konsentrasi cairan tubuh tetap stabil, maka aktibitas ginjal dalam penyaringan akan meningkat menjadi 10 kali sehingga urin lebih banyak engandung air (Yushinta, 2004).
            Menurut Yushinta (2004), Organisme perairan harus melakukan osmoregulasi karena:
  1. Harus terjadi keseimbangan antara substansi tubuh dan lingkungan,
  2. Membran sel yang permeabel merupakan tempat lewatnya beberpa subtansi yang bergerak cepat; dan
  3. Adana perbedaan tekanan osmose antara cairan tubuh dan lingkungan.
Gambar 7. Ginjal Ikan

2.3.8        Profil Darah
            Darah merupakan bagian penting dari sistem transpor di dalam tubuh. Darah merupakan jaringan yang berbentuk cair yang dialirkan melalui saluran vaskular, terdiri dari dua komponen yaitu plasma dan sel-sel darah. Darah ikan tersusun atas cairan plasma dan sel-sel darah yang terdiri dari sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan keping darah (trombosit). Di dalam plasma darah terkandung garam-garam anorganik (natrium klorida, natrium bikarbonat dan natrium fosfat), protein (dalam bentuk albumin, globulin, dan fibrinogen), lemak (dalam bentuk lesitin dan kolesterol) serta zat-zat lainnya misalnya hormon, vitamin, enzim dan nutrien (Affandi & Tang, 2002).  
            Menurut Jordan & Speidel (1930) dalam Moyle & Cech (1988), proses pembentukan darah (eritrosit dan leukosit) pada ikan berasal dari sel prekursor hemositoblast yang dapat berasal dari bermacam-macam organ, namun biasanya akan matang setelah memasuki sirkulasi darah. Ikan hantu, darah primer dibentuk di selubung mesodermal pada organ usus.
            Percy dan Potter (1976) dalam Moyle dan Cech (1988) juga melaporkan bahwa sel darah pada Lamprey dewasa (Lamptera) disintesis dari jaringan lemak di daerah dorsal saraf. Ikan elasmobranch memproduksi sel darah dari organ Leydig (terletak di daerah esophagus), organ epigonal (sekitar gonad) dan organ limpa. Menurut Lagler et al. (1977) dalam Affandi & Tang (2002), darah akan mengalami perubahan komposisi, terutama apabila terkena infeksi. Adanya gangguan di dalam tubuh ikan diperlihatkan oleh adanya perubahan pada gambaran darah, seperti nilai hematokrit, konsentrasi hemoglobin, jumlah sel darah putih total dan jumlah sel darah merah






Gambar 8. Histologi Struktur Profil darah Ikan
Sumber: Jurnal Gambaran Darah Ikan Mas (Cyprinus carpio Linn)









                                                             DAFTAR PUSTAKA

Affandi R, Tang UM. 2002. Fisiologi Hewan Air. Riau: Uni Press.






Ariaty L. 1991. Morfologi Darah Ikan Mas (Cyprinus carpio Linn) Nila Merah (Orechromis sp) dan                 LeleDumbo (Clarias gariepinus) dari Sukabumi. [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu                Kelautan,Institut Pertanian Bogor.
Damanik, A. 2005. Gelatin Halal, Gelatin Haram. Jurnal Halal LP POM MUI. No. 36 Maret 2001.                     Jakarta
Fujaya, Yushinta. 2004. Fisiologi Ikan Dasar Pengembangan Teknik Perikanan. Jakarta : PT Rineka Cipta   
Irianto, A. 2005. Patologi Ikan Teleostei. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. 243 hal.
Lagler. KF. JE. Bardach, RR. Miller, DRM. Dasino. 1977. Ichtyology. New York: John Willey and Sons Inc.
Lesson, C Roland. 1985. Histologi. Jakarta : Penerbit buku Kedokteran EGC.
Moyle PB, Cech JJ. 1988. Fish an Introduction to Ichthyology Second Edition. Prentice Hall: New Jersey.
Nabib, R dan Pasaribu F H. 1989. Patologi dan Penyakit Ikan. Bogor. Departemen Pendidikan dan                        Kebudayaan, Bogor. 158 hal.
Rahardjo, M.F. 1980. Ichtiologi. IPB. Bogor
Roberts, R J. 2001. Fish Pathology. Third Edition. W.B.Saunders, London, Edinburgh, Philadelphia, St                 Louis, Sydney, Toronto. 472 hal.
Takashima, F dan Hibiya T. 1995. An Atlas of Fish Histology Normal and Pathological Features. Edisi            II. Kodansha Ltd, Tokyo. 195 hal.







  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar