II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Organ-organ yang diamati
Histologi berasal dari kata histos berarti
jaringan dan logos yang berarti ilmu,
sehingga histologi dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang
jaringan tubuh. Jaringan merupakan kumpulan sel yang memiliki bentuk, susunan
dan fungsi yang sama. Jaringan dibagi menjadi dua golongan, yaitu jaringan
germinatif dan jaringan somatis. Jaringan germinatif merupakan
jaringan yang menghasilkan sel benih atau gamet dan terletak di dalam gonad,
sedangkan jaringan somatis adalah jaringan tubuh (Lesson, 1985).
Menurut Lesson
(1985), ada empat macam jaringan somatis serta fungsinya, dimana keempat
jaringan ini bergabung dan bekerjasama dalam organ,
misalnya lambung, usus dan ginjal, yaitu:
1.
Jaringan epitel
Untuk
menyelaputi tubuh sebelah luar dan sebelah dalam (saluran)
2.
Jaringan pengikat dan penunjang
Jaringan
pengikat berfungsi untuk mengikat atau menghubungkan berbagai jaringan dan
alat tubuh. Jaringan penunjang berfungsi untuk menunjang bagian-bagian tubuh atau keseluruhan
tubuh agar kukuh, tegak dan untuk melindungi bagian tubuh yang lunak.
3.
Jaringan otot
Jaringan
otot berfungsi untuk pergerakan.
4.
Jaringan saraf
Jaringan saraf berfungsi untuk
perangsangan (iritabilitas).
Ilmu yang mempelajari tentang bagian tubuh disebut
anatomi. Anatomi berasal dari kata anatome
yang berarti memotong atau menyayat. Untuk melihat bagian tubuh umumnya
dilakukan dengan penyayatan ke dalam tubuh. Menurut Lesson (1985), anatomi dibagi
menjadi dua bagian, yaitu:
a.
Mikroanatomi, yaitu ilmu
anatomi yang bersifat mikro (jaringan dan sel).
b.
Makroanatomi (Gross Anatomy), yaitu ilmu anatomi yang
bersifat makro (alat dan bagian tubuh).
2.2
Pembuatan
Preparat
Pembuatan preparat histologi harus memperhatikan adanya
tahapan-tahapan kerja yang berbeda di antara jenis-jenis preparat itu sendiri.
Preparat histologi dapat dibuat dalam berbagai cara tergantung pada tujuan
pembuatan preparat dan organ yang akan diamati. Setidaknya terdapat tiga macam
preparat histologi sesuai dengan tujuannya, yaitu preparat apus, preparat
bentang dan preparat parafin. Pengklasifikasian ini juga didasarkan atas jenis organ
yang akan diamati dan diteliti (Rahardjo, 1980).
Setiap preparat mempunyai fungsi
yang bervariasi sesuai dengan kapasitas masing-masing. Preparat apus dibuat
untuk mengamati jaringan organ tubuh ikan khususnya jaringan darah dan jaringan
epithelium. Pembuatan preparat bentang digunakan untuk mengamati jaringan pada
organ tubuh ikan yang mengandung sel-sel lemak seperti mesenthium, pericardium,
mast cell dan serabut collagen.
Sedangkan yang dimaksud dengan preparat parafin adalah preparat yang berwujud sediaan jaringan histologi yang disiapkan dengan
metode infiltrasi parafin sebagai pengisi rongga sel (Rahardjo, 1980).
2.3
Organ
organ yang diamati
2.3.1
Kulit
Menurut Irianto (2005), Kulit merupakan penghalang
fisik terhadap perubahan lingkungan serta serangan patogen dari luar tubuh.
Lapisan kulit terdiri atas kutikula, epidermis, membran basalis, dermis dan
hipodermis. Ikan tidak memiliki lapisan keratin pada epidermisnya, tetapi
dilapisi oleh kutikula yang memiliki mukus, mukopolisakarida, immunoglobulin
spesifik, lisozim dan sejumlah asam lemak bebas. Sel lain yang ada pada lapisan
epidermis yaitu sel-sel goblet yang berperan dalam sekresi mukus. Mukus
memiliki kemampuan protektif bagi hewan karena:
a. mukus melapisi permukaan
tubuh sehingga mempermudah gerakan saat berenang,
b. membentuk lapisan
pelindung dari infeksi agensia patogenik dan mengandung senyawa anti mikroba,
c. melindungi permukaan tubuh
dari abrasi, dan
d. berperan dalam proses
osmoregulator.
Sisik dan kulit merupakan bagian dari sistem pelindungan
fisik tubuh ikan. Umumnya kerusakan sisik dan kulit dapat terjadi akibat
penanganan (handling stress), kelebihan populasi, dan infeksi parasit.
Kelebihan populasi (overcrowded) atau multikultur dapat menyebabkan
trauma akibat berkelahi disertai lepasnya sisik dan kerusakan kulit. Infestasi
parasit dapat pula menyebabkan gangguan
berupa kerusakan insang, kulit, sirip serta kehilangan sisik. Kerusakan
pada sisik dan kulit akan mempermudah patogen menginvasi inang. Banyak kasus
menunjukkan bahwa kematian ikan sebenarnya akibat dari infeksi sekunder oleh bakteri
sebagai kelanjutan infestasi parasit yang berat dan berakibat pada kerusakan
pelindung fisik tubuh seperti mukus, kulit dan sisik, tetapi tidak semua ikan
memiliki sisik misalnya pada ikan lele (Clarias sp) (Irianto, 2005).
Infestasi parasit dapat
pula menyebabkan gangguan berupa kerusakan pada sisik dan kulit akan
memepengaruhi dan mempermudah patogen menginfeksi inang. Banyak kasus
menunjukan bahwa kematian ikan sebenarnya akibat dari infeksi standar oleh
bakteri sebagai kelanjutan infestasi parasit dan berakibat pada kerusakan
pelindung fisik tubuh seperti mukus, kulir dan sisik tetapi tidak semua ikan
memiliki sisik ikan yang tidak memiliki sisik melindungi diri dengan
mengeluarkan lendir pada sekujur tubuhnya. Ikan juga dapat menghasilkan gelatin
pada kulitnya. Gelatin merupakan salah satu jenis protein konvensi yang
diperoleh melalui proses hidrolisi kalogen dari kulit tulang dan jaringan
(Damanik, 2005).
Gambar 1. Histologi struktur kulit
ikan
Sumber: Ottesen, O H et al., 2010
2.3.2
Insang
Ikan dilengkapi dengan insang sebagai alat
respirasi pengganti paru-paru pada hewan darat. Insang
sangat berperan dalam menyelenggarakan homeostasis lingkungan bagi ikan. Lapisan epitel yang tipis berperan
dalam memudahkan pertukaran gas, namun hal ini pun menjadikan insang sangat
rawan terhadap infeksi dari hama hama penyakit. Fungsi lain insang adalah
selain sebagai tempat pertukaran gas, insang juga berfungsi sebagai pengatur pertukaran garam dan air serta
pengeluaran limbah-limbah yang mengandung nitrogen. Kerusakan struktur yang
ringan sekalipun dapat mengganggu pengaturan osmosis dan ikan akan mengalami
kesulitan dalam melakukan pernafasan (Nabib dan Pasaribu, 1989).
Insang terdiri dari dua rangkaian yang tersusun atas
empat lengkungan tulang rawan dan tulang keras (holobrankhia) yang menyusun
sisi faring. Masing masing holobrankhia yang menonjol dari pangkal posterior
lengkung insang. Hemibrankhia terdiri dari dua baris filamen tipis panjang yang
disebut lamela primer. Lamela primer permukaannya mengalami perluasan oleh
adanya lamela sekunder yang merupakan lipatan semilunar yang menutupi permukaan
dorsal dan ventral. Insang juga dilengkapi dengan lapisan sel-sel penghasil
mukus dan sel-sel yang mengekresi ammonia dan kelebihan garam. Bagian tepi
tengah anterior pada suatu ikan dilengkapi dengan stuktur (gill rakers)
yang berperan untuk menyaring pertikel pertikel pakan (Roberts, 2001).
Menurut Irianto (2005), insang dilengkapi dengan sejumlah
glandula yang dikenal sebagai glandula brankhial, yaitu sel-sel epitel insang
yang mengalami spesialisasi. Glandula tersebut adalah glandula mukosa dan
glandula asidofilik (sel-sel khlorida). Glandula mukosa berupa sejumlah sel-sel
tunggal berbentuk
buah pear atau oval dan menghasilkan mukus dan terdapat baik pada lengkung
insang, filamen insang maupun lamela sekunder. Mukus merupakan glikoprotein
yang bersifat basa atau netral dengan fungsi:
a. perlindungan atau proteksi,
b. menurunkan terjadinya friksi atau gesekan,
c. antipatogen,
d. membantu pertukaran ion, dan
e. membantu pertukaran gas dan air.
Gambar 2. Histologi Struktur Insang Ikan
Sumber: Jurnal Gambaran Histopatologi Insang, Otot, dan Usus pada Ikan Lele
(Clarias sp.)
2.3.3
Usus
Meskipun panjang usus ikan bisa berbeda-beda sesuai
dengan makanannya, tetapi kebanyakan usus ikan merupakan suatu tabung sederhana
yang tidak dapat bertambah diameternya untuk membentuk suatu kolon dibagian belakangnya.
Usus bisa lurus, melengkung atau bergulung-gulung sesuai dengan bentuk dari rongga
perut ikan. Usus mempunyai suatu epitel silindris sederhana yang berlendir
menutupi suatu sub-mukosa yang mengandung sel eosinofilik yang
dibatasi oleh suatu muskularis mukosa yang rapat dan lapisan fibroelastik. Rektum
pada ikan berdinding lebih tebal dari pada usus dan sangat berlendir serta dapat
sangat berkembang (Nabib dan Pasaribu, 1989).
Struktur histologi dinding
dari intestin secara umum hampir sama dengan
vetebrata tingkat tinggi dimana terdiri dari empat lapisan yaitu: mukosa, submukosa,
muskularis dan serosa. Lapisan mukosa terdiri dari epitel mukosa, lamina
basalis, lamina propria dan muskularis mukosa. Lapisan submukosa terdiri dari
stratum kompaktum dan stratum granulosum. Lapisan muskularis terdiri dari
lapisan otot sirkuler dan lapisan otot longitudinal, sedangkan pada lapisan
serosa terdiri dari subserosa tella dan subserosa membran (Takashima dan
Hibiya, 1995).
Usus merupakan segemen
yang terpanjang dari saluran pencernaan pada bagian depan usus terdapat dua
saluran yang masuk ke dalam, yaitu saluran yang berasal dari pankreas. Ikan
yang pankreasnya menyebar pada organ hati
hepatipankreas hanya terdapat satu
saluran yaitu ductus choledochus.
Lapisan mukosa usus tersusun oleh selapis sel epitelium dengan bentuk
prismatik. Pada lapisan ini terdapat tonjolan tonjolan villi membentuk seperti
sarang tawon pada susu bagian depan dan lebih beraturan pada usus bagian belakang,
terutama pada ikan lele. Bentuk sel umum ditemukan pada epitelium usus adalah
enterosit dan mukosit. Enterosit merupakan sel yang paling dominan dan di
antara enterosit terdapat mukosit (Yushinta, 2004).
Gambar 3. Histologi Struktur Usus Ikan
Sumber: Jurnal Gambaran Histopatologi Insang, Otot, dan Usus pada Ikan Lele
(Clarias sp.)
2.3.4
Lambung
Lambung
berfungsi sebagai penampung makanan. Pada ikan yang tidak berlambung, fungsi
penampung makanan digantikan oleh usus depan yang dimodifikasi menjadi kantung yang membesar
(lambung palsu). Seluruh permukaan lambung ditutupi oleh sel mukus yang
mengandung mukopolisakarida yang agak asam berfungsi sebagai pelindung dinding
lammbung dari kerja asam klorida. Bagian luar pada sel epitelium terdapat lapisan lendir sebagai hasil sekresi sel
mukus tersebut. Sel-sel penghasil cairan gastrik terletak di bawah dari lapisan
epitelium (Yushinta, 2004).
Seluruh permukaan lambung ditutupi oleh sel mukus yang mengandung
mukopolisakarida yang agar asam berfungsi sebagai pelindung dinding labung dari
kerja asam klorida. Bagian luar sel epitelium terdapat lapisan lendir sebagai
hasil sekresi sel mukus tersebut. Sel sel penghasil cairan gastrik terletak di
bahwa dari lapisan epitelium mensekresikan pepsin dan aslam klorida.
Berdasarkan struktur serta bahan yang disekresikan oleh lambung maka jelaslah
bahwa lambung selain berfungsi menampung makanan juga untuk mencerna makanan,
khusunya pencernaan secara kimiawi. Berbeda dengan
mamalia, pada ikan pencernaan secara kimiawi di mulai di bagian lambung, bukan
di bagian rongga mulut, karena ikan tidak memiliki kelenjar air liur (Yushinta, 2004).
Selain
sel sel yang mensekresikan mukus, mukosa lambung mempunyai kelenjar gastrik.
Sel sel panghasil cairan gastrik terletak di epitelium, berfungsi mensekresikan
pepsin dan asal klorida (HCl). HCl berperan untuk melepuhkan makanan,
mengaktifkan pepsinogen menjadi pepsin, menurunkan PH isi lambung sehingga
aktivitas enzim proteolik terutama pepsin meningkat, mengubah osmolaritas
gastrik sehingga cyme yang bersifat
hiposmotik atau hipermotik menjadi isoosmotik, mencegah pertumbuhan bakteri,
menstimuli dihasilkanya sekretin dan pankreozim pada usus sehingga dapat memacu
sekresi bikarbonat dan enzim oleh pankreas (Yushinta, 2004).
Gambar
4. Histologi
Struktur Lambung Ikan
Sumber: Eva Jansson, 2002
2.3.5
Hati
Hati
merupakan organ penting yang mensekresikan bahan untuk proses pencernaan. Organ
ini umumnya merupakan suatu kelenjar yang kompak, berwarna merah kecoklatan dan
tersusun oleh sel-sel hati (hepatosit).
Di sekitar hati terdapat organ berbentuk kantung kecil bulat, oval atau
memanjang. Organ ini disebut kantung empedu, yaitu cairan bile yang telah
mengalami pemekatan. Hati berfungsi sebagai gudang penyimpanan lemak dan glikogen selain
perannya dalam pencernaan. Fungsi yang lain adalah dalam perusakan sel darah
merah dan kimiawi darah seperti pembentukan urea dan senyawa yang berhubungan
dengan ekskresi nitrogen (Lagler, et. al,
1977).
Hati
merupakan organ penting yang mensekresikan bahan untuk pencernaan. Organ ini
umumnya merupakan suatu kelenjar yang kompak, berwana merah kecoklatan tersusun
oleh sel hati (hepatosit). Sekitar
hati terdapat organ berbentuk kantung kecil bulat, oval atau memanjang dan
berwarna hijau kebiruan. Organ ini disebut kantung empedu yang berfungsi untuk
menampung cairan empedu, yakni cairan bile yang telah mengalami pemekatan.
Hepatosit dapat membentuk asam empedu (asam yang berasal dari kolestrol), yakni
asam kholik, asam khenodesoksikholik dan asam desoksikholik. Asam-asam tersebut
dapat bergabung dengan taurin atau glisin membentuk taurokholik atau glikholik
yang bila bergabung dengan ion N, K, dan Mg akan membentuk garam empedu. Garam
empedu berperan dalam melarutkan lemak dalam air, yakni dengan cara membuat
stabil emulsi lemak yang berasal dari makanan dan bila garam empedu bergabung
dengan kolestrol, gliserid, dan asam lemak, maka akan terbentuk micel yang
dapat diserap oleh dinding usus (Yushinta, 2004).
Gambar 5. Histologi Struktur Hati Ikan
Sumber: Jurnal Kondisi Histologi Insang dan Organ
Dalam Juvenil Ikan Bandeng (Chanos chanos Forskall) Yang
Tercemar Logam
2.3.6
Limpa
Percy dan Potter (1976) dalam
Moyle dan Cech (1988), juga melaporkan bahwa sel darah pada Lamprey dewasa (Lamptera) disintesis dari jaringan lemak
di daerah dorsal saraf. Ikan Elasmobranch memproduksi sel darah dari organ Leydig
(terletak di daerah esophagus), organ epigonal (sekitar gonad) dan organ limpa.
Menurut Fange & Johansson-Sjobeck (1975) dalam Moyle & Cech (1988),
Organ limpa memproduksi sel darah merah yang terdiri dari eritrosit yang belum
matang ataupun sel-sel yang akan berdiferensiasi menjadi eritrosit setelah memasuki
sirkulasi darah.
Menurut Fange &
Nillson (1985) dalam Moyle & Cech (1988), limpa pada ikan Elasmobranch (subkelas
dari ikan Condrichthyes) dan teleostei
(subkelas dari ikan Osteichtyes)
menyediakan sel darah melalui inervasi otonomik yang diakibatkan oleh kondisi
stres. Sebagai contoh adalah hipoksia yang menstimulasi organ limpa untuk
berkontraksi. Menurut Nilson dan Grove (1974) dalam Moyle dan Cech (1988). Selain
akibat stimulasi saraf, stimulasi hormo juga menyebabkan kontraksi limpa pada ikan Atlantik (Gadus morhua).
Proses hematopoiesis pada
ikan teleostei terutama terjadi di organ ginjal dan limpa (Satchell 1971 dalam
Moyle & Cech 1988), mengingat jaringan lymphomyeloid (pembentuk limfosit
dan granulosit) juga ditemukan di daerah cranium ikan holocephalans (Chimaera)
dan ikan sturgeons (Acipenser). Untuk sturgeons, selain di daerah cranium juga
terdapat di sekeliling organ jantung. Kelenjar timus merupakan jaringan lymphomyeloid
lainnya pada banyak ikan muda yang berahang, namun seringkali mengalami regresi
pada individu yang telah mengalami kematangan seksual (Fange 1984 dalam Moyle
& Cech 1988).
Gambar
6. Histologi Struktur Limpa Ikan
2.3.7
Ginjal
Ginjal merupakan dua fungsi utama yaitu, mengsekresikan sebagian besar
produk akhir metabolisme tubuh dan mengatur konsentrasi cairan tubuh. Ikan
memiliki nefron telostei yang terdiri dari glomerolus dan tubulus. Glomerolus
berfungsi untuk menyaring cairan, sedangkan tubulus mengubah cairan yang disaring
menjadi urin. Nefron dapat membersihkan atau menjernihkan plasma darah dari zat
zat yang tidak dikehendaki ketika ia melalui ginjal. Filtrasi dapat terjadi
pada glomerolus karena jaringan kapiler
glomerolus merupakan jaringan bertekanan tinggi sedangkan jaringan kapiler
pertibulus adalah jaringan bertekanan rendah (Yushinta, 2004).
Teleostei osenadrom, konsetrasi darahnya lebih rendah
dibanding lingkungannya, menyebabkan cairan tubuh hilang akibat difusi keluar
tubuh melalui insang, ginjal dan mungkin juga kulit. Untuk menjaga agar cairan
dalam tubuh tetap normal maka hanya sedikit plasma yang disaring oleh ginjal.
Akibatnya, produksi urin sedikit namun lebih kental dibanding urin potadrom.
Karena ginjal kurang berperan dalam osmoregulasi, maka ginjal beberapa
teleostei oesanodorm seringkali memiliki tubulis yang tidak sempurna. Ginjal
potadrom memegang peranan sangat besar dalam osmoregulasi. Karena potadrom
memiliki konsentrasi cairan tubuh lebih tinggi dibanding lingkungannya, maka
air masuk ke dalam tubuh secara difusi sehingga darah menjadi lebih encer.
Untuk menjaga konsentrasi cairan tubuh tetap stabil, maka aktibitas ginjal
dalam penyaringan akan meningkat menjadi 10 kali sehingga urin lebih banyak
engandung air (Yushinta, 2004).
Menurut
Yushinta (2004), Organisme perairan harus melakukan osmoregulasi
karena:
- Harus terjadi
keseimbangan antara substansi tubuh dan lingkungan,
- Membran sel yang
permeabel merupakan tempat lewatnya beberpa subtansi yang bergerak cepat;
dan
- Adana perbedaan
tekanan osmose antara cairan tubuh dan lingkungan.
Gambar 7. Ginjal Ikan
2.3.8
Profil Darah
Darah merupakan bagian
penting dari sistem transpor di dalam tubuh. Darah merupakan jaringan yang
berbentuk cair yang dialirkan melalui saluran vaskular, terdiri dari dua
komponen yaitu plasma dan sel-sel darah. Darah ikan tersusun atas cairan plasma
dan sel-sel darah yang terdiri dari sel darah merah (eritrosit), sel darah
putih (leukosit), dan keping darah (trombosit). Di dalam plasma darah
terkandung garam-garam anorganik (natrium klorida, natrium bikarbonat dan
natrium fosfat), protein (dalam bentuk albumin, globulin, dan fibrinogen),
lemak (dalam bentuk lesitin dan kolesterol) serta zat-zat lainnya misalnya
hormon, vitamin, enzim dan nutrien (Affandi & Tang, 2002).
Menurut Jordan & Speidel (1930) dalam Moyle &
Cech (1988), proses pembentukan darah (eritrosit dan leukosit) pada ikan
berasal dari sel prekursor hemositoblast yang dapat berasal dari bermacam-macam
organ, namun biasanya akan matang setelah memasuki sirkulasi darah. Ikan hantu, darah primer
dibentuk di selubung mesodermal pada organ usus.
Percy dan Potter (1976)
dalam Moyle dan Cech (1988) juga melaporkan bahwa sel darah pada Lamprey dewasa
(Lamptera) disintesis dari jaringan lemak di daerah dorsal saraf. Ikan
elasmobranch memproduksi sel darah dari organ Leydig (terletak di daerah
esophagus), organ epigonal (sekitar gonad) dan organ limpa. Menurut Lagler et al.
(1977) dalam Affandi & Tang (2002), darah akan mengalami perubahan
komposisi, terutama apabila terkena infeksi. Adanya gangguan di dalam tubuh
ikan diperlihatkan oleh adanya perubahan
pada gambaran darah, seperti nilai hematokrit, konsentrasi hemoglobin, jumlah
sel darah putih total dan jumlah sel darah merah
Gambar 8
. Histologi Struktur Profil darah Ikan
Sumber: Jurnal Gambaran Darah Ikan Mas (Cyprinus carpio Linn)
DAFTAR PUSTAKA
Affandi R, Tang UM. 2002. Fisiologi Hewan Air. Riau: Uni
Press.
Ariaty L. 1991. Morfologi Darah Ikan Mas (
Cyprinus carpio Linn) Nila Merah (
Orechromis sp) dan LeleDumbo (
Clarias
gariepinus) dari Sukabumi. [skripsi]. Bogor: Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan,Institut Pertanian
Bogor.
Damanik, A. 2005. Gelatin Halal,
Gelatin Haram. Jurnal Halal LP POM MUI. No. 36
Maret 2001. Jakarta
Fujaya, Yushinta.
2004. Fisiologi Ikan Dasar
Pengembangan Teknik Perikanan. Jakarta : PT Rineka Cipta
Irianto, A. 2005. Patologi Ikan
Teleostei. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
243 hal.
Lagler.
KF. JE. Bardach, RR. Miller, DRM. Dasino. 1977. Ichtyology. New York: John
Willey and Sons Inc.
Lesson, C Roland. 1985. Histologi. Jakarta : Penerbit buku
Kedokteran EGC.
Moyle PB, Cech JJ. 1988. Fish an Introduction to Ichthyology Second
Edition. Prentice
Hall: New Jersey.
Nabib, R dan Pasaribu F H. 1989. Patologi
dan Penyakit Ikan. Bogor. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Bogor. 158 hal.
Rahardjo, M.F. 1980.
Ichtiologi. IPB. Bogor
Roberts, R J. 2001. Fish Pathology. Third Edition. W.B.Saunders,
London, Edinburgh,
Philadelphia, St Louis, Sydney, Toronto. 472 hal.
Takashima, F dan Hibiya T. 1995. An Atlas of Fish Histology Normal and Pathological
Features. Edisi II. Kodansha Ltd, Tokyo.
195 hal.